MENGEMBANGKAN KECERDASAN SOSIAL BAGI ANAK
MENGEMBANGKAN
KECERDASAN SOSIAL BAGI ANAK
Seiring dengan perkembangan
zaman yang kian pesat di bidang teknologi dan informasi, perkembangan kejiwaan
anak pun mengalami perubahan yang sangat perlu diperhatikan. Saat ini, bukan
pandangan yang asing bila seorang anak tampak sangat asik dengan “dunianya”
sendiri ketika sudah di depan komputer untuk ng-game atau berselancar di dunia
maya yang bernama internet. Sementara bila ada tamu datang kerumah, dia cuek,
tidak bisa menunjukan sikap bagaimana
hubungan sosial mesti di bangun dengan orang lain, atau malah menunjukan sikap
sebaliknya, yakni rasa tidak suka karena merasa keasikannya telah terganggu
dengan adanya orang lain.
Keadaan seperti ini,
disamping karena perkembangan teknologi dan informasi yang pesat, juga peran
orang tua mempunyai kecenderungan untuk tidak dapat meluangkan waktu lebih
banyak lagi bersama anak-anaknya. Hal ini bisa terjadi karena kesibukan kerja
sehingga kalau dirumah inginnya hanya istrahat karena kecapekan. Disamping itu
juga kurangnya kesadaran bahwa menemani anaknya dalam tumbuh dan kembangnya itu sangat besar pengaruhnya bagi
anak. Orang tua mempunyai kecenderungan seperti ini biasanya justru memberikan
kesibukan pada anak misalnya dengan belajar tambahan yang dipanggilkan guru privat
ke rumah atau bahkan membelikan banyak mainan agar tidak merepotkan orang tua.
Di samping hal tersebut,
perkembangan dunia pendidikan yang lebih fokus dan mengistimewakan kecerdasan
intelektual juga memberikan andil dalam persoalan ini. Saat ini bukan hal yang
aneh lagi bila kita mendapati anak-anak usia sekolah mempunyai aktivitas yang
luar biasa dalam kegiatan belajarnya sehingga tak akan mempunyai waktu lagi
untuk bermain bersama teman-temannya. Seorang anak yang disibukan dengan
seabreg aktivitas belajar dengan menambah les pelajaran ini dan itu, memang
bisa menggenjot kecerdasan intelektual anak-anak. Orang tua kebanyakan bangga
akan hal ini karena anak-anaknya biasanya mengalami peningkatan nilai
disekolahnya, ternyata ada kecerdasan lain yang dikorbankan, yakni kecerdasan
sosial.
Maka tidak sedkit
dilingkungan sekitar kita, anak-anak yang mempunyai prestasi kecerdasan
intelektual yang baik, ternyata ia sama sekali tidak mempunyai kemampuan bila
diminta berkiprah di organisasi social, baik itu semacam karang taruna, remaja
mesjid atau kelompok solidaritas lainnya. Inilah anak-anak yang cerdas secara
intelektual, tetapi gagap dalam
kehidupan sosialnya. Padahal, kelak ketika telah menyelesaikan masa belajarnya,
baik itu sekolah maupun di kampus, mau tidak mau, sudah tentu ia akan hidup dan
berinteraksi dengan orang lain; baik itu di lingkungan tempat tinggalnya
bekerja maupun di tengah-tengah masyarakat. Kecerdasan intelektual sangat
penting untuk terus di kembangkan. Namun, kecerdasan yang tidak kalah
pentingnya adalah kecerdasan sosial. Sungguh, kecerdasan sosial ini sama sekali
tidak boleh diabaikan.
Hasil
penelitian Daniel Goleman (1995 dan 1998) bahwa kecerdasan intelektual hanya
memberikan kontribusi 20% terhadap kesuksesan hidup seseorang. Sementara 80%
sangat tergantung pada kecerdasan emosional, kecerdasan sosial dan kecerdasan
spiritual. Bahkan dalam keberhasilan di dunia kerja, kecerdasan intelektual
hanya memberikan kontribusi sebanyak 4% saja.
Mengapa
demikian? Seseorang yang mempunyai kecerdasan sosial yang baik akan mempunyai
banyak teman, pandai berkomunikasi, mudah beradaptasi dalam sebuah lingkungan
sosial, dan hidupnya bisa bermanfaat tidak hanya untuk diri sendiri tapi juga
bagi orang lain. Sungguh kemampuan yang seperti itulah yang sangat dibutuhkan
oleh anak kita agar kelak lebih mudah dalam menghadapi tantangan kehidupan pada
zaman yang semakin ketat dalam persaingan. Dengan demikian anak kita akan lebih
nudah dalam meraih kesuksesan.
KECERDASAN YANG PENTING UNTUK
DIKEMBANGKAN
Menurut
Thorndike manusia mempunyai tiga
macam kecerdasan yaitu: (1) Kecerdasan abstrak yaitu kecerdasan yang berkaitan
dengan kemampuan memahami simbol matematis dan bahasa (2) Kecerdasan konkrit
yaitu kemempuan seseorang dalam memahami objek yang nyata (3) Kecerdasan sosial
yaitu kemampuan seseorang dalam memahami dan mengelola sebuah hubungan sosial.
Kecerdasan sosial ini menjadi akar istilah kecerdasan emosional.
Charles Handy membagi kecerdasan manusia menjadi tujuh macam (1)
Kecerdasan logika kecerdasan ini sangat terkait dengan kemampuan manusia dalam
menalar dan menghitung (2) Kecerdasan verbal kemampuan manusia dalam menjalin
hubungan dengan orang lain kemampuan menyampaikan sesuatu atau berkomunikasi
(3) Kecerdasan praktik kemampuan manusia dalam mempraktikan ide yang ada dalam pikirannya (4) Kecerdasan
dalam bidang musik kemampuan untuk bisa
merasakan nada dan irama yang bila dikembangkan akan bisa menciptakan irama
musik yang baik (5) Kecerdasan intrapersonal kemampuan seseorang untuk bisa
memahami segala hal yang berkaitan dengan dirinya sendiri (6) Kecerdasan
interpersonal kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memahami dan menjalin hubungan dengan
orang lain (7) Kecerdasan spasial kecerdasan manusia dalam menggali ruang atau
dimensi, garis maupun warna.
Howard Gardner kecerdasan manusia terbagi menjadi delapan jenis
diantaranya hanya tiga yang akan dibahas (1) Intelligence Quotient (IQ) atau
kecerdasan intelektual kemampuan potensial seseorang untuk mempelajari sesuatu
dengan menggunakan alat-alat berfikir kecerdasan ini bisa diukur dari sisi
kekuatan verbal dan logika seseorang. Kecerdasan ini pada umumnya dapat
dikembangkan dan di pacu oleh para orang tua termasuk juga pendidikan formal di
sekolah. (2) Emotional Quotient (EQ) atau kecerdasan emosional kecerdasan ini
setidaknya mempunyai lima komponen pokok yakni kesadaran diri, manajemen emosi,
motivasi, empati dan mengatur sebuah hubungan sosial. Kecerdasan emosional
ini ditemukan oleh Daniel Goldman dalam
bukunya Emotional Intelligence, Daniel menyatakan bahwa kontribusi IQ
bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20% dan sisanya 80% ditentukan oleh
sederetan factor yang disebutnya sebagai kecerdasan emosional. (3) Spiritual
Quotient (SQ) atau kecerdasan spiritual kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa
sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam
melihat makna yang ada dibalik sebuah kenyataan atau kejadian tertentu.
Kecerdasan spiritual terkait erat dengan kemampuan yang berujung pencerahan
jiwa.
MELATIH
KETERAMPILAN SOSIAL PADA ANAK
Lawrence E. Shapiro, dalam
bukunya yang berjudul How to Raise a
Child with a High EQ, menyampaikan bahwa setidaknya ada lima keterampilan
social yang bisa dilatih pada anak agar mempunyai kecerdasan sosial yang baik.
1.
Keterampilan
Berkomunikasi
Keterampilan
berkomunikasi bukan sekedar kemampuan berbicara, melainkan mampu menyampaikan
dengan baik kepada oranmg lain sekaligus juga mampu memahami dan memberikan
respons atau komunikasi yang di jalin orang lain. Keterampilan berkomunikasi ini bisa kita jalin dengan cara kita minta
anak untuk mengungkapkan apa yang menjadi kebutuhan dan keinginannya dengan
jelas, kita sebagai orang tua perlu mendengarkan dengan seksama sambil sesekali
merespons dengan pertanyaan baru, kenapa, apa alasannya, dan seterusnya. Kita
juga bisa meminta anak untuk menyampaikan atau menggambarkan kejadian-kejadian
yang di lihat misalnya, seusai melihat kecelakaan kita bisa bertanya kepada
anak tentang bagaimana perasaannya melihat kecelakaan tersebut. Disamping melatih
komunikasi, latihan ini juga dapat mengembangkan empati pada anak.
2. Keterampilan
Membuat Humor
Jalinan hubungan sosial akan terasa hampa bila sama
sekali tanpa diselingi dengan humor. Dengan adanya humor seseorang bisa
tertawa, atau humor tidak harus membuat tertawa tapi cukup membuat tersenyum
sehingga melekat hubungan dan rasa ringan di hati. Ada pernyataan bahwa orang
yang cerdas adalah orang yang mempunyai selera humor; dan termasuk mempunyai
kecerdasan tingkat tinggi apabila seseorang mampu menetawakan dirinya sendiri.
Melatih keterampilan humor bahkan bisa kita mulai sejak anak masih bayi.
Misalnya, kita menutup muka kita dengan telapak tangan kemudian kita buka
sambil bilang “Cilukba” meskipun permainan ini tampak sederhana, sudah
merupakan hal yang lucu pada anak. Contoh lain ketika anak sudah mulai berjalan
dan sudah mengenal beberapa benda dan fungsinya, kita meletakan kaus kaki di
kepala, ini juga merupakan humor tersendiri. Bila anak-anak sudah mulai
mengenal beberapa hal yang membuatnya merasa lucu, maka ia akan belajar membuat
humor sendiri. Semua itu karena untuk membuat humor dan merasa senang dengan
adanya humor adalah sesuatu yang sangat manusiawi. Dengan demikian jalinan
sosial yang dibangunnya kelak tidak hambar, tetapi berkelanjutan dengan baik.
3. Keterampilan
Menjalin Persahabatan
Ketika
anak telah memasuki usia 7 atau 8 tahun, biasanya mulai menjauh dari pengaruh
orang tuannya. Keinginan mulai menjauh adalah hal yang wajar karena anak mulai
mendapatkan banyak teman baru disekolah atau di lingkungan sosialnya. Pada saat seperti ini seorang anak biasanya ingin mendapatkan
perhatian, persetujuan, dan dukungan dari temannya. Menghadapi perkembangan
tersebut, orang tua juga tidak boleh tinggal diam disini lah saatnya orang tua
melatih keterampilan dalam menjalin persahabatan. Keterampilan dasar yang perlu
kita latihkan adalah keterampilan dalam memahami kebutuhan orang lain
sebagaimana kita sendiri membutuhkannya. Misalnya, kita senang jika didengar,
maka kita belajar untuk mendengarkan bila orang lain berbicara. Kita akan
merasa sakit hati apabila diledek orang lain, maka kita pun belajar tidak
meledek orang lain atau teman kita. Kita akan senang bila orang lain memberikan
perhatian, maka kita pun belajar untuk bisa memberikan perhatian kepada orang
lain. Contoh lain adalah bisa berbagi dengan orang lain, kita bisa melatih
kepada anak saat mempunyai makanan, kita ajari anak untuk berbagi makanan
tersebut kepada temannya, saat mempunyai mainan kita latih anak untuk meminjamkan
mainannya kepada temannya. Sungguh ini bukan hal kecil dan sangat besar
nilainya dalam hubungan sosial. Satu hal lagi yang perlu digaris bawahi dalam
menjalin persahabatan yakni, persahabatan yang baik bukan sahabat dengan satu
orang saja dan mengabaikan atau tidak mau menjalin persahabatan dengan
teman-teman yang lainnya. Namun, persahabatan yang baik bisa dijalin dengan
banyak teman sehingga pergaulan pun akan semakin luas.
4. Keterampilan
Berperan dalam Kelompok
Ketika anak-anak sudah mulai mengenal dunia pergaulan
biasanya senang bila mempunyai kelompok. Karena anak merasakan bahwa bergabung
atau menjadi anggota kelompok dapat meningkatkan percaya diri dan rasa memiliki
akan kelompok tersebut. Masa-masa ingin berkelompok ini adalah masa yang
penting untuk diperhatikan orang tua. Bila tidak ada perhatian dari orang tua
bisa saja anak akhirnya malah masuk kelompok yang tidak baik. Disinilah
pentingnya orang tua melatih anak-anaknya untuk mempunyai keterampilan berperan
dalam kelompok. Hal penting yang perlu dilatih adalah keberanian untuk
menyampaikan pendapat. Dalam sebuah kelompok walaupun tidak formal biasanya
akan dianggap punya peran bila ada orang yang berani menyampaikan pendapat.
Sudah barang tentu, pendapat yang dimaksud adalah pendapat yang bisa
mempengaruhi orang lain untuk berbuat positif. Bila anak sudah terlatih dalam
menyampaikan pendapat, maka kepercayaan dirinya akan terbangun dengan baik
karena kepercayaan diri adalah modal yang penting agar seseorang bisa berperan
dalam kelompok sosial.
5. Keterampilan
Bersopan Santun dalam Pergaulan
Sopan santun dalam pergaulan sangat diperlukan di
kehidupan masyarakat. Bersopan santun adalah melakukan budi pekerti yang baik
atau sesuai dengan tatakrama yang dianut dan berlaku di masyarakat. Orang yang
bisa melakukan sopan santun akan mendapatkan nilai dan tempat yang baik dalam
sebuah pergaulan. Sangat penting buat orang tua untuk bisa mengajarkan
keterampilan bersopan santun dalam pergaulan ini. Orang tua dapat melatih
keterampilan sejak dini misalnya, bila bertemu atau berpapasan dengan orang
lain kita ajari anak untuk menyapa, permisi, tersenyum atau setidaknya
menunjukan gestur dan mimik bahwa kita “menyapa”. Apabila berbicara
dengan orang lain perlu menggunakan nada suara sewajarnya saja, maksudnya tidak
perlu terlalu keras sehinga terkesan seperti membentak. Termasuk baian dari
sopan santun dalam pergaulan adalah tidal mendominasi pembicaraan seakan orang
lain tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya. Ada satu hal yang
penting dalam keterampilan bersopan santun ini, yakni hendaknya sopan santun
yang dilakukan bukan karena basa-basi tetapi dilakukan berangkat dari ketulusan
hati, sopan santun yang berangkat dari ketulusan hati tidak akan dapat dilakukan
oleh orang yang dalam hatinya ada perasaan sombong. Maka, kesombongan itu harus
dihilangkan bila seseorang ingin mempunyai kecerdasan social yang baik.
IBU SEBAGAI SEKOLAH PERTAMA BAGI ANAK
Mengembangkan
kecerdasan anak adalah tanggungjawab kedua orangtuanya. Bagi orang tua yang
menerapkan pendidikan bagi anak-anaknya dalam homeschooling, maka tanggung
jawab ini dapat diterapkan secara sepenuhnya. Namun, bagi orang tua yang tidak
bisa memberikan pendidikan anak-anaknya secara penuh, maka pelaksanaannya
didelegasikan kepada sekolah formal atau reuler.
Ketika
anak-anak berada di sekolah formal atau reguler, maka pelaksanaan tanggung
jawab pendidikan anak-anak kita berada di tangan guru dan pengelola sekolah.
Akan tetapi, bila anak-anak berada di rumah, maka kedua orangtua bertanggung
jawab sepenuhnya terhadap pendidikan anak-anaknya. Peran orang tua disini
adalah kedua orangtuanya yakni ayah dan ibunya. Namun, bila ditinjau bahwa
seorang ibu mempunyai kedekatan yang luar biasa dengan anak-anaknya, maka peran
seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya sangat penting sekali. Itulah kenapa
kita sering mendengar istilah ibu sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya.
Kedekatan
seorang ibu dengan anaknya dimulai semenjak ibu mengandung anaknya. Selama
dalam kandungan, seorang anak mempunyai hubungan fisiologis maupun psikologis
yang tidak dapat dipisahkan dengan ibunya. Banyak penelitian menyimpulkan bahwa
keadaan psikis mental seorang ibu sangat berhubungan dengan anaknya. Ketika
seorang ibu merasa bahagia, rileks, dapat menjalin hubungan komunikasi yang
nyaman dengan suaminya (ayah sang bayi), makan terlihat pula sikap dan kondisi
psikis anak menjadi serupa dengan ibunya yakni anak tampak ceria, nyaman dan
mampu mengeksplorasi dengan baik hal-hal yang ada di sekelilingnya. Namun yang
terjadi adalah sebaliknya, ketika seorang ibu setres, cemas, takut, tidak mampu
berfikir jernih, mengalami emosi yang tidak stabil, maka anakpun akan
memperlihatkan sikap yang tidak menyenangkan, seperti rewel, melawan, tampak
mengalami ketakutan yang berlebihan dan sikap-sikap yang lain yang jika
dibiarkan akan berakibat buruk bagi tumbuh dan berkembangnya anak
kita.Disinilah sesungguhnya peran ibu sangat penting bagi pendidikan
anak-anaknya. Bila sudah demikian bukan berarti peran seorang ayah tidak
penting. Namun harus diakui juga bahwa kedekatan seorang kepada anaknya
biasanya berkirang karena terjadi dua faktor eksklusif (tidak mengandung dan
menyusui anaknya), juga karena secara waktu pun biasanya seorang ayah ternyata
masih kalah dengan ibunya yang lebih banyak dekat dengan anak-anaknya.
Menyadari betapa besar peran seorang
ibu sebagai pendidik utama dan pertama, maka seorang ibu yang ingin
anak-anaknya dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik termasuk dalam hal ini adalah mengembangkan berbagai
kecerdasan yang sudah dimiliki sang anak, meskinya mempersiapkan diri dengan
banyak bekal pengetahuan yang berkaitan dengan mendidik anak-anaknya semenjak
usia dini. Hal ini juga harus didukung oleh suaminya sebagai mitra sejajar
dalam berumah tangga.
Bekal pengetahuan agar
anak-anaknya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik yang dimiliki seorang ibu
dapat diterapkan dalam hangatnya pengasuhan dan kelembutan bersikap. Disebabkan
mengembangkan kecerdasan anak, terutama kecerdasan emosional, social dan
spiritual sangat dipengaruhi oleh teladan dan sentuhan personal yang penuh rasa
cinta, atensi, dan apresiasi. Oleh sebab itu, dalam konteks inilah aktivitas
pengasuh menjadi sangat penting. Sementara pengasuh terbaik bagi seorang anak
adalah ibunya. Disebabkan ibulah sosok yang paling dikenal oleh anak. Bila hal
ini dapat dilakukan dengan baik, sungguh akan sangat berkesan bagi anak-anaknya
sehingga bisa mengubah anak-anaknya untuk terus berkembang menjadi lebih baik.
Melalui pendampingan yang
terus menerus dan beberapa latihan yang ada di artikel sederhana ini, semoga
kita dapat mengembangkan kecerdasan sosial anak-anak kita. Sebuah kecerdasan
yang membuat anak-anak kita bisa menjalin banyak hubungan secara baik dalam
kondisi bagaimana pun dalam berinteraksi social; baik itu disekolah, dengan
teman-teman bermainnya, atau kelak ketika besar, maka kecerdasan sosialnya akan
berguna di tempat kerja, ketika berhubungan dengan relasi bisnis maupun dalam
pergaulan lingkungan masyarakat tempat tinggalnya. Tidak ada manusia yang bisa
hidup dendiri. Antara manusia satu dengan yang lainnya saling membutuhkan dalam
sebuah hubungan sosial.
Sumber
Referensi :
- Akhmad Muhaimin Azzet, Mengembangkan Kecerdasan Sosial Bagi Anak : Jogjakarta, 2013.
- Ervin, “Adalah Ibu, Sekolah Pertama Bagi Anak” Dalam http//keluarganuryadi.multiply. com/journal/item/6. Diakses pada Maret 2010.
- Media bil Hikmah, Blog. “Intelektual, Kecerdasan Emosi, dan Kecerdasan Spiritual.” Dalam http://mediabilhikmah.multiply.com/journal/item/51. Diakses pada Maret 2010.
Komentar
Posting Komentar